28 Februari 2010

BENANG MERAH PIAGAM MADINAH TENTANG NEGARA

BENANG MERAH PIAGAM MADINAH TENTANG NEGARA

Universal menurut penulis merupakan kesimpulan yang dapat ditarik sebagai inti pidato Nabi Muhammadah SAW
tentang piagam Madinah. Tulisan ini melihat ketika orang dengan ambisi diri dan kelonpok mencari bentuk pemerintahan yang betul betul bermuara pada rasa keadilan yang masih jauh dari kenyataan. Waktu tenaga dan pikiran digunakan untuk mencari formula ketika pemerintah yang dibentuk masih jauh dari harapan semua pihak, keadilan, supermasi Hukum, keamanan dan terpenuhi hak-haknya sebagai warga Negara. Bahwa daulah Islamiyah merupakan satu jawaban yang pas terhadap solusi dari setiap persoalan. Tapi meminjam anand Krisna sepanjang ada keserahan penguasa maka tirani akan selalu muncul dan rakyat tetap dianggap sebagai obyek penderita. Tentang memandang dasar Negara, kemajemukan, toleransi, pluralisme tidak bisa dibendung lagi dengan berbagai argument, bahwa yang paling baik adalah daulah islamiyah, untuk menyelesaikan semua persoalan akhirnya menjadi lucu bahkan mengelikan.
Tulisan ini bisa menjadi wahana diskusi, debat, yang Insya allah akan membuat kita menjadi lebih bijak dalam menghadapi setiap persoalan kenegaraan. polemik kalau kita berpikir obyektif, kalau mengacu pada sejarah , nukan manifulatif untuk ambisi dan kepentingan sesaat.
Secara mencatat perjalanan panjang ketika pleno BPUPKI melakukan memutuskan Dasar Negara pancasila terjadi perdebatan antara kelompok nasionalis dan kelompok Ormas besar yang dimotori oleh para tokoh-tokoh mewakili puluhan juta pengikut pada satu kesimpulan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid adalah final. Setelah melihat persoalan sebagaimana keBhinekaan sebagaimana pidato Rasulluh yang termaktub dalam Piagam Madinah.
Tulisan ini bukan untuk mengajak berdebat tetapi menelaah secara arif dengan melihat penomena yang berkembang akhir-akhir ini pada saat gairah anak muda dalam mendalami ingin memaksakan diri semua harus Nyunah dalam semua aspek kehidupan.
Disatu sisi penulis dan kebanyakan orang yang inten terhadap semua yang bermuara pada gerakan Islam sepanjang untuk kemaslahatan setuju asal jangan untuk kepentingan dan ambisi pribadi yang dibungkus atas nama Islam, atas namakan gerakan pada akhirnya masuk keliang kubur alias kalah menghadapi realita hidup.
Yang harus diperhatikan adalah kalau melihat dan membaca piagam madinah secara utuh dan direnungkan dan menelaah secara arif.
Ambisi pribadi yang dibungkus secara rapi lama akan kelihatan juga, kalau kita lihat sesuai dengan menjual ayat untuk kepentingan. Pada saat ini semakin sulit orang yang berani mengambil resiko untuk menengakan prinsip yang seharusnya menjadi pegangan dan landasan Hidup.
Saat ini akan sulit menemui politisi semacam Mashadi yang pada periode 1999-2004 terpilih sebagai anggota dewan yang mewakili partai keadilan meminta kepada Partainya untuk tidak usaha dicalon lagi karena tingkah polah para politisi yang selama ini mendengung-dengungkan Islam dengan menggunakan dalih-dalih sebagai pendukung argumentasi sangat jauh dari nilai perjuangan dan visi yang diusung.
Argumen dan doktrin selama ini terinpirasi dari pernyataan yang dikutip dari KH. Syaipudin Zuhri Ada kaidah perjuangan yang diajarkan oleh pesantren ; Maa Laa Yudraku kullu laa Yatraku Ba’duhu, (bila tidak mecapai 100%, jangan ditinggalkan sama sekali, Dengan kata lain, jangan bersikap, jika tidak berhasil sama sekali.
Konsisten dalam perjuangan bisa dijadikan sandaran gerak hanya pertanyaan ada komitmen yang saat ini mulai dikesampingkan kalau tidak dikatakan mulai ditinggalkan sama sekali.
Semua perjuangan penuh dengan resiko yang harus didahulukan padahal kita tahu para politisi dinegeri ini mengaku beragama Islam kalau berpidato berapi-api membakar semangat untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran namun perilaku sangat jauh dari apa yang selama ini dijadikan sadaran dan pegangan hidup terutama dalah amaliah dan perilaku hidup.
Keteladan sekaramng menjadi barang yang langka, kebohongan terjadi dimana, kolusi terjadi dalam semua aspek kehidupan, kejujuran menjadi barang langka dan sekarang dianggap hal yang aneh orang kok jujur amat, maka kalau bias kejujuran dihapus sama semalai dari muka bumi.
Teatrikal segaja dibuatkan pangung agar orang menjadi terkesima, dengan mengumbar sumpah dan janji palsu, apa itu tentang kondisi yang ada sesungguhnya jauh dari akal dan nalar sehat.
Rakyat dinina bobokan keberhasilan pembangunan dibawah kepemimpinannya dan sanjungan akan keberhasilan ini dan itu yang dibungkus rapi semua untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Wlau apa yang disampaikan hanya sebatas retorika politik untruk menarik simpati dan dukungan serta legimitasi kekuasaan yang telah direngkuhnya dengan susah payah dan mengunakan segala daya upaya yang semua itu hanya untuk rakyat dan kemakmuran sebagai tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang dipimpinannya.
Ada satu keinginan mulia hanya daulah Islamiyah yang akan dapat menyelesaikan semua. Kalau melihat literatur sejarah, bagimana Kuwait, Arab Saudi, Pakistan, berada diketiak Imperialisme Amerika Serikat pada Negara ini menggunakan syariat Islam, Bagaimana Mesir tetap menjadi Negara yang tidak pernah lepas karena tirani. Siapa yang.
Mental berbangsa yang rapuh menjadi kehancuran pemerintah yang semua mengatas namakan rakyat padahal untuk kepentimngan sekelompok orang atau sebagian kecil. Yang paling bijak adalah masa lalu dijadikan pijakan untruk melangkah kedepan yang lebih baik dengan melihat persolan secara jernih adil dan seimbang.
Mental dan penyakit aparat dapat ditekan sampai batas minimal apabila hokum dapat melindungi semua warga tanpa kecuali. Sudah banyak produk untuk mendukung menuju kebaikan namun sebatas mental penguasa untuk senantiasa menjadi amanah bukan sebagai tujuan akhir maka selam itu pula tujuan tidak akan pernah sampai pada tujuan akhir.
Pembatasan masa jabatan merupakan salah cara untuk membawa iklim yang lebih baik tapi sepanjang penguasa menyiapkan putra mahkota maka apa yang dilakukan ada sia-sia belaka.
Perlunya adanya ketegasan namun penuh asah asih dan asuh menjadi landasan kepemimpinan yang itu pernah dikemukan oleh Sinuwun Mangkunegoro IV. Dalam serat Kalatidha eksistensi penjajah yang mulai membuka sekolah umum untuk rakyat pribumi untuk menghasilkan pegawai rendahan digupernemen, dan hukum yang dilakukan oleh Kolonial pada selama ini hukum yang berlaku adalah hukum Islam. Mangkunegero IV melihat eskses langsung bentuk intervensi langsung dalam setiap pengambilan setiap keputusan dan perjanjian yang semakin mempersempit wilayah kekuasaan sebagai akibat pengantian biaya yang harus dikeluarkan Kolonial dalam menghadapi setiap pemberontakan.
Mangkunegoro IV melihat setiap pergantian kekuasaan pasti akan mempersiapkan putra mahkota namun dalam perjalanannya tidak pernah mulus khususnya dikalangan kerabat dan sentono dalam.